JURNALACEH.COM - Illiza Saaduddin resmi untuk maju sebagai calon Wali Kota Banda Aceh dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dijadwalkan pada November 2024 mendatang.
Namun, keputusannya ini tidak lepas dari kontroversi terkait pandangan beberapa pihak yang menganggap kepemimpinan perempuan bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an.
Pernyataan kontroversial ini datang dari sejumlah individu dan kelompok yang mengklaim bahwa agama Islam secara tegas melarang perempuan untuk memimpin.
Baca Juga: Bawaslu Ingatkan ASN, TNI/Polri, dan Pejabat Negara untuk Jaga Netralitas dalam Pilkada 2024
Saiful, Ketua Forum Peduli Keadilan dan Pembangunan (FPKP), menegaskan bahwa menurut penafsirannya, ayat Al-Qur’an yang menyatakan "Arrijalun kawwamuna 'alannisa'" menunjukkan bahwa laki-laki seharusnya menjadi pemimpin bagi perempuan.
Pandangan ini didasarkan pada keyakinan bahwa perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin, bahkan hanya berpartisipasi dalam proses politik untuk memperoleh kekuasaan, dianggap sebagai pelanggaran terhadap ajaran agama.
Abu Mudi, seorang ulama yang dikutip dalam berita tersebut, menjelaskan bahwa menurut kitab dan ajaran agama, syarat untuk menjadi pemimpin adalah laki-laki yang merdeka, berakal, dan sehat.
Pemuda Arianda dari Banda Aceh juga menyoroti bahwa kondisi saat ini tidak memerlukan kehadiran pemimpin perempuan, mengingat tidak adanya kekosongan kepemimpinan yang membenarkan interpretasi seperti itu.
Baca Juga: DPP Partai Demokrat Resmi Tunjuk Jonniadi sebagai Balon Bupati Nagan Raya untuk Pilkada 2024
Pada sisi lain, pendukung Illiza menegaskan bahwa keputusannya untuk maju didasari oleh niat yang tulus untuk berkontribusi kepada masyarakat, bukan semata-mata untuk kekuasaan belaka. Mereka menilai bahwa argumen tentang larangan kepemimpinan perempuan tidak berlaku dalam konteks zaman modern dan peradaban yang lebih inklusif.