Fakta Unik Wisata Museum Aceh, Sudah Berdiri Lebih dari 100 Tahun

3 Maret 2023, 12:56 WIB
Museum Aceh tahun 1915 / Foto Arsip Leiden University Libraries /

JURNALACEH.COM- Siapa yang menyangka bahwa Rumah yang dijadikan Museum Aceh dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dan termasuk museum tertua yang ada di Indonesia, usianya sudah lebih dari 100 tahun.

Pemakaian bangunan museum ini diresmikan langsung oleh H.N.A Swart yang merupakan Gubernur Sipil dan Militer Aceh pada 31 Juli 1915.

Dikutip dari situs resmi kebudayaan.kemendikbud.go.id, bangunan yang dijadikan Museum Aceh berasal dari Paviliun Aceh yang ditempatkan di arena Pameran Kolonial (de Koloniale Tentoonstelling) di Semarang pada 31 Agustus – 15 November 1914.

Baca Juga: 3 Rekomendasi Tempat Wisata Terbaru di Malang, Tiketnya Murah, Viewnya Juga Kece Abis!

Dilansir dari situs resmi museumaceh.com, bahwa Paviliun Aceh pada pameran di Semarang memamerkan berbagai macam koleksi. Koleksi tersebut sebagian besarnya adalah milik pribadi seorang kolektor yang bernama F.W. Stammeshaus.

Selain memamerkan koleksi pribadi stammeshaus, di Paviliun Aceh juga dipamerkan benda-benda pusaka dari pembesar Aceh.

Pemain Musik di Paviliun Aceh pada Pameran Kolonial di Semarang tahun 1914 / Foto Arsip Leiden University Libraries

Sehingga, pada pameran yang dilaksanakan di Semarang, Paviliun Aceh berhasil meraih 4 medali emas, 11 perak, dan 3 perunggu serta mendapatkan piagam penghargaan sebagai Paviliun Terbaik.

Baca Juga: Wonosobo Punya Wisata Religi Makam Kyai Walik, Selalu Ramai Peziarah

Dari hasil penelusuran pada situs resmi Leiden University Libraries, saya menemukan sebuah arsip foto terkait Paviliun Aceh pada Pameran Kolonial di Semarang.

Foto tersebut diambil pada tahun 1914 di Semarang, dan di dalam foto ada sejumlah laki-laki di depan Paviliun Aceh sedang memegang alat musik tradisional Aceh, yaitu rapai.

 

Foto tersebut berjudul Muzikanten uit Atjeh met trommels voor het paviljoen van Atjeh op de Koloniale Tentoonstelling te Semarang, yang artinya musisi Aceh dengan gendang di depan paviliun Aceh di Pameran Kolonial Semarang.

Baca Juga: Mau Kaya Batin? Mari Wisata Religi ke Makam Sunan Giri di Gresik

Setelah melihat keberhasilan pada pameran di Semarang, Stammeshaus mengusulkan kepada Gubernur Sipil dan Militer Aceh, H.N.A Swart, supaya membawa kembali Paviliun tersebut ke Aceh.

Pada 31 Juli 1915, Paviliun Aceh kemudian dipulangkan ke Aceh. Awalnya Rumoh Aceh ini ditempatkan di sebelah timur Blang Padang, Kutaraja (Banda Aceh sekarang).

Pada situs resmi Leiden University Libraries, saya juga menemukan sebuah arsip foto tahun 1915, yaitu Rumoh Aceh dengan Lonceng Ckradonya di depannya yang berlokasi di Kutaraja.

Baca Juga: 4 Destinasi Wisata Religi Bernuansa Islami di Sidoarjo Jawa Timur yang Wajib Dikunjungi

Lonceng Cakradonya sendiri adalah hadiah dari Kaisar Tiongkok untuk Kerajaan Samudera Pasai, lonceng ini dibawa langsung oleh Laksamana Cheng Ho pada abad ke-15.

Sehingga, ketika sudah berada di Aceh, museum ini pun berada di bawah tanggung jawab Gubernur Sipil dan Militer Aceh, yaitu H.N.A Swart.

 

Setelah Indonesia merdeka dari penjajahan kolonialisme, Rumoh Aceh ini berada di bawah tanggung jawab sipil, setelah itu jadi milik Pemerintah Aceh.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Wisata Trawas Bikin Kagum, Pesona Alamnya Bikin Kamu Nyaman Sampai Lupa Pulang

Sampai pada tahun 1969, atas ide dan prakarsa T. Hamzah Bendahara, Museum Aceh kemudian dipindahkan ke Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah dan diletakkan di atas tanah seluas 10.800 m2.

Setelah dipindahkan, pengelolaannya diserahkan kepada Badan Pembina Rumpun Iskandarmuda (BAPERIS) Pusat. Lima tahun setelah pemindahan bangunan, museum ini akhirnya direhabilitasi.

 

Selain bangunan utama, terdapat juga bangunan lain yang didirikan di atas lahan yang luas tersebut, seperti gedung pameran tetap, gedung pertemuan, gedung pameran temporer, perpustakaan, laboratorium, dan gedung galeri.

Baca Juga: Top 5 Wisata Karawang Favoritnya Anak Kekinian, Ada Banyak Spot Foto Instagramable buat Eksis di Sosial Media

Tahun 1975, pengelolaan Museum Aceh diserahkan ke Departemen Kebudayaan dan Pendidikan.

Sehingga pada 28 Mei 1979, status bangunan ini kemudian dinaikkan menjadi Museum Negeri Aceh, yang diresmikan oleh Daod Yosoef, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada masa itu.

 

Sampai 20 tahun setelah itu, kewenangan penyelenggaraan Museum Aceh diserahkan pada Pemerintah Daerah Aceh sampai saat ini.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Wisata Guci Paling Populer Tahun 2023, Yuk Kepoin Destinasi Wisata Serunya

Museum ini jadi salah satu tempat wisata sejarah terpopuler di Banda Aceh, karena Museum Aceh sangat menarik dari sisi historis sehingga ramai dikunjungi wisatawan.

Di kawasan museum terdapat makam Raja-raja Aceh, gapura kuno. Selain itu Museum Aceh juga memiliki ribuan koleksi yang menarik, baik arkeologi, manuskrip, etnografika, seni rupa, tradisi, dan lain sebagainya.

Koleksi tersebut menggambarkan jejak peradaban Aceh dari masa ke masa, sehingga tak heran, jika museum ini jadi wisata populer yang sering dikunjungi di Banda Aceh.

Baca Juga: Viral, Wisata Malam Sukabumi Buat Kamu Merasa di Bulan, Cocok untuk Kamu yang Memburu Foto Estetik!

Museum ini buka dari hari Senin sampai hari Minggu, mulai dari pukul 09.00 hingga 16.00 WIB. Sedangkan hari Jumat tutup.

Museum Aceh berlokasi di Jalan Sultan Mahmudsyah Nomor 10, Peuniti, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Aceh.***

Update berita dan artikel menarik lainnya di Google News

Editor: Farhan Nurhadi

Tags

Terkini

Terpopuler