MAKI Mendorong Sinergi APH dalam Pemberantasan Korupsi Pertambangan

1 Juni 2024, 12:44 WIB
Ilustrasi Korupsi /Gramedia

JURNALACEH.COM - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk bersinergi dan berkolaborasi dalam menangani kasus korupsi di sektor pertambangan.

"APH di Indonesia seharusnya bersatu dan bekerja sama dalam mendukung penanganan kasus korupsi di bidang pertambangan," ujar Boyamin di Jakarta, Sabtu.

Menurutnya, korupsi di sektor pertambangan dilakukan oleh individu yang memiliki jaringan usaha kuat.

"Jika semua pelanggaran di sektor pertambangan ditegakkan melalui hukum administratif seperti pencabutan izin, denda, atau larangan ekspor, sebagian besar pelaku korupsi akan mudah diselesaikan dan tidak akan ada lagi kejahatan yang bisa dilakukan," tambah Boyamin. Hal ini akan mendorong perubahan menuju manajemen eksploitasi yang lebih baik.

"Dampak dari korupsi di sektor pertambangan sangat besar terhadap kerusakan lingkungan dan kerugian negara," lanjut Boyamin, seperti dikutip dari Antaranews.com.

Boyamin menambahkan bahwa saat ini penyidik ​​Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung sedang menangani kasus korupsi yang melibatkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun berdasarkan perhitungan BPKP.

Menurutnya, penyidik ​​korupsi dari kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki kewenangan untuk mengusut kasus korupsi tanpa khawatir ada oknum yang mencaplok kewenangan tersebut.

"Masyarakat hanya membutuhkan aparat penegak hukum yang bersatu untuk melawan koruptor. Keroyok dan ganyang koruptor," tegas Boyamin.

MAKI juga mendorong lembaga penegak hukum lain, seperti KPK dan kepolisian, untuk menangani kasus korupsi besar di sektor pertambangan.

Boyamin menyatakan bahwa MAKI akan mengajukan praperadilan terhadap Kejagung jika penyidikan tidak menyasar pemilik manfaat terbesar, yang berinisial RBS. Sidang praperadilan ini akan didaftarkan pada pertengahan Juni 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"MAKI akan selalu menggugat APH yang lamban dan tidak tuntas dalam menangani kasus korupsi," kata Boyamin.

Pada Rabu, 29 Mei, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengusut kasus korupsi timah dan telah menetapkan 22 tersangka.

RBS, atau Robert Bonosusatya, diperiksa penyidik ​​Jampidsus pada 2 April selama 13 jam, dan tertangkap di Kejaksaan Agung pada 3 April 2024 dengan alasan menandatangani dokumen.

Febrie menyatakan bahwa penyidik akan mengkaji kasus RBS karena mendengar suara masyarakat dan ada indikasi kuat yang dapat diperoleh.

"Tidak hanya Robert Bono, siapapun yang terindikasi terlibat, terutama dengan kerugian negara sebesar Rp300 triliun, akan kami periksa," katanya.

Untuk menetapkan tersangka, lanjutnya, harus berdasarkan bukti yang ada.

Masyarakat dan media dapat melihat dan meninjau kesaksian di pengadilan untuk mengetahui siapa yang terlibat berdasarkan bukti yang ada.

"Jaksa akan membuka aliran dana dan siapa saja yang menikmati hasilnya. Jika RBS menikmati dan belum ditetapkan, silakan sampaikan kepada kami," lanjut Febrie.

"Kami akan terbuka dan melakukan tindakan sesuai keinginan semua pihak untuk memperbaiki tata kelola dan meningkatkan pendapatan negara," tutupnya.***

Editor: Cut Ricky Firsta Rijaya

Tags

Terkini

Terpopuler