Kritik Rachmat Tanpa Menghujat

- 6 Juni 2021, 09:00 WIB
Kubah Masjid Agung (Islamic Center) Lhokseumawe.
Kubah Masjid Agung (Islamic Center) Lhokseumawe. /Youtube./

Baca Juga: Petuah Abuya Syekh Amran Wali tentang Iman dan Hati

Banyak karya penyair, pelukis, komponis, penulis, dan pengukir Aceh yang luar biasa pada zamannya terlupakan begitu saja. Kiranya perlu dilakukan upaya menggerakkan sistem agar selalu memberi pengakuan terhadap sosok pencipta melalui berbagai cara. Keberadaan para penulis, setidak-tidaknya dapat memberi kontribusi terhadap gejala kontraproduktif serupa itu.

Seperti yang terlihat di Masjid Raya Baiturrahman. Meski mengalami sejumlah perluasan untuk meningkatkan kapasitas, seluruh perubahan itu tidak menghilangkan ciri asal produk goresan arsitek Eropa tersebut.

Razuardi mengatakan langgam yang ditampilkan pada masjid kebanggaan rakyat Aceh itu merupakan keberhasilan kolaborasi tiga karya besar arsitektur dunia yakni, Eropa, Cina, dan India (Gujarat). Tersirat, masjid berkapasitas 7.000 jamaah itu kini tetap menyampaikan pesan tersendiri lewat sosoknya. Bahkan di hampir seluruh Aceh, banyak masjid mengadopsi kubah India meski tidak ada keharusan untuk mengaplikasikan teori Gujarat itu.

Baca Juga: Kerajaan Arab Saudi Belum Undang Pemerintah Indonesia Bahas Urusan Haji

Dan Rachmatsyah, kata Razuardi, tanpa mengabaikan teori Gujarat, mencoba menghadirkan pemahaman lain tentang masuknya Islam ke Aceh. Yakni lewat Persia. Untuk mendisain masjid agung berkapasitas 10.000 jamaah itu, Rachmat membentuk kelompok kerja dari berbagai komunitas. Namun banyak kendala yang dihadapinya. Di antaranya adalah menghadirkan kubah yang mampu bercerita kepada zaman tentang perjalanan Islam ke Aceh.

Dalam pencarian bentuk kubah yang mengakomodir perjalanan sejarah masuknya Islam ke Kerajaan Pasai, Rachmatsyah melakukan sejumlah riset ke beberapa situs sejarah di bekas kerajaan Islam di Aceh. Dia mencoba menyusun kepingan yang tak satupun memunculkan bentuk masjid dari masa itu.

Berbekal keahlian sebagai seorang civil engineer yang dianugerahi bakat alami sebagai pelukis, Rachmat dengan mudah mengekspresikan hasil perjalanan pencarian bentuk kubah yang semula tidak diperhitungkan sebagai sebuah produk mahakarya. Diyakininya bahwa ketangguhan desain masjid akan ditentukan oleh kegagahan mahkotanya yaitu kubah.

Baca Juga: Menteri Agama Mengaku Tak Tahu Alasan Arab Saudi Tolak Haji Indonesia

Menurut Rachmatsyah, kata Razurari, lengkung di kubah Masjid Agung ini mengakomodir bentuk kubah yang lazim digunakan masyarakat Persia. Sementara, pada bidang permukaan kubah tidak dibiarkan kosong masif tanpa tekstur penghias. Motif pengisi tekstur permukaan kubah diakomodir dari ragam hias yang berkembang di Aceh, khususnya peninggalan Kerajaan Pasai.

Halaman:

Editor: Fauji Yudha


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x