Khutbah Singkat Tentang Hukum Perayaan Maulid Maulid Nabi Muhammad SAW

- 27 Oktober 2022, 16:44 WIB
Ilustrasi/Contoh spanduk maulid Nabi Muhammad SAWTahun 1444 H atau 2022 M
Ilustrasi/Contoh spanduk maulid Nabi Muhammad SAWTahun 1444 H atau 2022 M /starline/freepik.com

JURNALACEH.COM - Memasuki bulan Maulid Nabi Muhammad SAW, biasanya umat Islam akan disibukkan dengan berbagai agenda. Salah satu hal yang kerap dikupas pada momen sakral tersebut adalah pembahasan tentang sejarah kehidupan Rasulullah SAW.

Tak hanya dalam kegiatan tabligh akbar, pembahasan tentang sejarah hidup Rasulullah SAW juga sering dilakukan dalam khutbah-khutbah yang dibacakan pada bulan Maulid.

Karena itu, dalam artikel kali ini kita akan membahas tentang contoh khutbah singkat yang cocok dibacakan pada bulan Maulid Nabi Muhammad SAW. Berikut isi khutbahnya:

Baca Juga: Naskah Sambutan Hari Sumpah Pemuda 2022, Resmi dari Kemenpora

Sidang jamaah jumat yang dirahmati Allah

Mengawali khutbah pada hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.

Kaum Muslimin sidang jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah,

Dalam sebuah hadits mauquf dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

مَا رَءَاهُ الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَءَاهُ الْمُسْلِمُوْنَ قَبِيْحًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ قَبِيْحٌ (قال الحافظ ابن حجر: هذا موقوفٌ حسَنٌ) “

Artinya: Sesuatu yang dinilai dan disepakati sebagai perkara yang baik oleh kaum muslimin, maka ia menurut Allah baik, dan sesuatu yang dinilai dan disepakati sebagai perkara buruk oleh kaum muslimin, maka ia menurut Allah buruk” (al Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini adalah hadits mauquf yang hasan”).

Dari hadis tersebut, kita bisa memahami bahwa diantara perkara yang dinilai baik oleh kaum muslimin maka akan baik bagi Allah. Kita tahu bahwa Maulid Nabi Muhammad SAW adalah sesuatu yang disepakati sebagian ulama dari masa ke masa dan disepakati sebagai sesuatu yang disyariatkan.

Baca Juga: Simak Kisah Nabi Muhammad SAW yang Diselamatkan Oleh Abu Jahal

Maka merayakan Maulid termasuk kebaikan yang diganjar pahala yang agung. Sebab dengan peringatan maulid, seseorang menampakkan suka cita dan kebahagiaan atas kelahiran Nabi yang mulia. Peringatan maulid, meskipun tidak pernah dilakukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallm, namun ia termasuk bid’ah hasanah yang disepakati kebolehannya oleh para ulama.

Dalam sebuah riwayat, peringatan maulid pertama kali dilakukan di awal abad ke tujuh hijriah oleh raja al-Muzhaffar, seorang raja yang mujahid, berilmu dan bertakwa. Beliau adalah penguasa Irbil, salah satu wilayah di Irak. Dalam peringatan maulid yang ia laksanakan, ia mengundang banyak para ulama di masanya. Mereka semua menganggap baik apa yang dilakukan oleh raja al-Muzhaffar. Mereka memujinya dan tidak mengingkarinya.

Kaum muslimin yang bernahagia,

Para ulama sepeninggal raja al-Muzhaffar juga tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengingkari peringatan maulid. Bahkan al-Hafizh Ibnu Dihyah dan lainnya menulis karangan khusus tentang maulid. Peringatan maulid juga dinilai bagus oleh al-Hafizh al-‘Iraqi, al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Hafizh as-Suyuthi dan lainnya. Hingga kemudian pada sekitar 200 tahun yang lalu, muncul sekelompok orang yang mengingkari peringatan maulid dengan keras. Mereka mengingkari perkara yang dinilai baik oleh ummat Islam dari masa ke masa selama berabad-abad lamanya. Mereka menganggap bahwa peringatan maulid adalah bid’ah yang sesat.

Mereka berdalih dengan sebuah hadits yang mereka tempatkan tidak pada tempatnya, yaitu hadits كُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ (Setiap perkara baru yang tidak pernah dilakukan pada masa Nabi adalah bid’ah). Hadits ini memang sahih. Akan tetapi maknanya tidaklah seperti yang mereka katakan. Para ulama menjelaskan, makna hadits tersebut bahwa perkara yang dilakukan sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bid’ah yang buruk dan tercela kecuali perkara yang sesuai dengan syariat.

Jadi kata “Kullu” dalam hadits tersebut maknanya bukanlah “semua tanpa terkecuali”, tapi “al aghlab” (sebagian besar). Hal ini sebagaimana dalam firman Allah yang menceritakan tentang angin yang menjadi ‘adzab bagi kaum ‘Ad:

تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍۢ بِاَمْرِ رَبِّهَا (سورة الأحقاف: ٢٥)

Maknanya: “Angin itu menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya“ (QS al-Ahqaf: 25).

Baca Juga: Gratis, 15 Link Poster Peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2022 Terbaru

Kenyataannya, angin tersebut tidak menghancurkan segala sesuatu. Tidak menghancurkan bumi dan langit. Angin tersebut hanya menghancurkan kaum ‘Ad dan harta benda mereka. Allah menggunakan redaksi “semua”, tapi yang dimaksud adalah “sebagian”.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ (رواه مسلم وغيره)

Artinyanya: “Barangsiapa merintis perkara baru yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa berkurang pahala mereka sedikit pun.” (HR Muslim dan lainnya).

Oleh karenanya, Imam asy-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata:

اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ، فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمٌ" (رواه عنه الإمام البيهقي وغيره
"Bid’ah itu ada dua macam: Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela), jadi bid’ah yang sesuai dengan sunnah adalah terpuji dan bid’ah yang menyalahi sunnah adalah tercela.” (Perkataan Imam asy-Syafi’i ini diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dan lainnya).

Lalu apa yang biasanya dilakukan pada saat perayaan maulid? Yang dilakukan tiada lain adalah hal-hal yang disyariatkan dan dianjurkan untuk dikerjakan, yaitu membaca Al-Qur’an, berdzikir, membaca shalawat, melantunkan puji-pujian kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, menjelaskan sejarah hidup Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan kebaikan-kebaikan lainnya. Semua itu adalah kebaikan-kebaikan yang dianjurkan dalam Al-Qur’an dan hadits. Apakah hal-hal itu jika dikerjakan sendiri-sendiri adalah kebaikan, akan tetapi jika dikerjakan dalam satu rangkaian kegiatan yang diberi nama “Perayaan Maulid”, hukumnya menjadi haram dan bid’ah yang menjerumuskan ke neraka? Aneh kan?

Para hadirin yang dirahmati Allah

rahim Al Hafizh as-Suyuthi ketika ditanya tentang peringatan maulid Nabi, beliau menjawab:

أَصْلُ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ
وَالاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ

“Pada dasarnya peringatan maulid, berupa berkumpulnya orang, membaca Al-Qur`an, meriwayatkan hadits-hadits tentang permulaan sejarah Nabi dan tanda-tanda yang mengiringi kelahirannya, kemudian disajikan hidangan lalu dimakan dan bubar setelahnya tanpa ada tambahan-tambahan lain, adalah termasuk bid’ah hasanah (perkara yang baik, meskipun tidak pernah dilakukan pada masa Nabi) yang pelakunya akan memperoleh pahala, karena itu merupakan perbuatan mengagungkan Nabi dan menampakkan rasa gembira dan suka cita dengan kelahiran Nabi yang mulia” (Disebutkan dalam karya beliau, Husnul Maqshid fi ‘Amalil Maulid).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin. ***

Editor: Fauzi Jurnal Aceh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x