Dewan Pers Tolak Rancangan RUU Penyiaran: Ancam Kebebasan Pers

- 15 Juni 2024, 16:30 WIB
Logo Dewan Pers di Ruang Sabam Leo Batubara Gedung Dewan Pers Jakarta. ANTARA/Andi Firdaus/am.
Logo Dewan Pers di Ruang Sabam Leo Batubara Gedung Dewan Pers Jakarta. ANTARA/Andi Firdaus/am. /

JURNALACEH.COM - Dewan Pers, lembaga pengawas independen terhadap kebebasan pers di Indonesia, memberikan sorotan tajam terhadap beberapa pasal dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Meskipun tidak menolak secara keseluruhan isi draf RUU tersebut, Dewan Pers secara spesifik menolak beberapa pasal yang dianggap bertentangan dengan kemerdekaan pers.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana, menegaskan bahwa beberapa pasal dalam draf RUU Penyiaran mengancam kemerdekaan pers.

Salah satunya adalah Pasal 8A yang memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyelesaikan sengketa pers. Menurut Yadi, hal ini akan bertentangan dengan Undang-Undang (UU) 40/99 tentang Pers dan berpotensi menciptakan tumpang tindih kewenangan yang berbahaya.

Baca Juga: Tolak Revisi Undang-undang Penyiaran, Puluhan Pers di Banda Aceh Lakukan Aksi Unjuk Rasa, Ini Tuntutannya!

Selain itu, Dewan Pers juga menolak keras Pasal 50B ayat (2) huruf c yang melarang penayangan jurnalisme investigasi. Yadi menekankan bahwa larangan ini akan memotong kemerdekaan pers dan bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam UU No.4 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan bahwa pers nasional tidak boleh disensor, dibredel, atau dilarang dalam penyiarannya.

Yadi mengingatkan pentingnya Pasal 1 Undang-Undang Pers yang menetapkan tugas wartawan untuk mencari, mengolah, dan menyiarakan informasi menjadi berita kepada publik. Menurutnya, pemahaman terhadap definisi ini sangat penting untuk menjaga integritas dan kemerdekaan pers.

Yadi juga menyuarakan dugaannya tentang motif di balik masuknya dua pasal kontroversial tersebut dalam draf RUU Penyiaran. Menurutnya, selama 17 tahun terakhir, upaya untuk membatasi kebebasan pers telah berlangsung, dan RUU Penyiaran bukanlah satu-satunya upaya yang dilakukan untuk tujuan tersebut.

Baca Juga: Berita Duka: Tokoh Pers Nasional Salim Said Tutup Usia

Yadi mengingatkan tentang berbagai inisiatif sebelumnya yang mencoba membatasi kebebasan pers, seperti pada tahun 2007 dan 2012, serta kajian yang dilakukan oleh Dewan Ketahanan Nasional pada tahun 2014.

Meskipun Yadi memahami perlunya revisi terhadap UU Penyiaran, ia menegaskan bahwa revisi tersebut tidak boleh mengorbankan kemerdekaan pers dan wajah demokrasi Indonesia. Dewan Pers mempertahankan kesepakatan bahwa kemerdekaan pers adalah bagian integral dari kedaulatan rakyat, dan setiap revisi harus memperkuat, bukan melemahkan, prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers.

Halaman:

Editor: Fauzi Jurnal Aceh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah