Lima Puisi Karya Chairil Anwar yang Bisa Digunakan Dalam Menyambut HUT RI 77

- 14 Agustus 2022, 13:15 WIB
5 Kumpulan Puisi Bertema Kemerdekaan Chairil Anwar yang Menyentuh Hati dan Penuh Perjuangan.
5 Kumpulan Puisi Bertema Kemerdekaan Chairil Anwar yang Menyentuh Hati dan Penuh Perjuangan. /YouTube Elang Malam

JURNALACEH.COM - Usia Chairil Anwar penyair kelahiran 1922 di Medan memang tidak lama, namun melalui karya-karyanya seakan-akan pria dengan julukan 'Si Binatang Jalang' yang wafat pada 1949 masih berada sampai sekarang.

Tepatnya Pukul 14.30 WIB, pada 28 April 1949, di usia mudanya Chairil Anwar menghembuskan nafas terakhir akibat mengidap sejumlah penyakit. Untuk mengenang karya-karyanya, di hari kematiannya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.

Selain itu, pada Juni 2007 ia masih dianugerahi penghargaan Dewan Kesenian Bogor (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastra yang diterima oleh puterinya, Evawani Elissa Chairil Anwar.

Baca Juga: Jumlah Penonton Film Pengabdi Setan 2 Tembus 4,4 Juta Dalam 10 Hari, Lebih Cepat 6 Kali Dari Film Sebelumnya

Kebanyakan dari karya-karyanya tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhirnya berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, sedangkan puisinya yang paling terkenal berjudul Aku dan Krawang-Bekasi.

Semua tulisannya baik yang asli, modifikasi, atau yang diduga dijiplak, dikompilasi dalam tiga buah buku yang diterbitkan oleh Pustaka Rakyat: Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (1950).

Dikutip dari bebagai sumber beberapa bentuk puisi yang bisa digunakan untuk perlombaan dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke 77.

Baca Juga: Berani Memulai, Salah Satu Cara Meraih Kesuksesan

1. Aku oleh Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari

hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun  lagi

2. Karawang Bekasi oleh Chairil Anwar.

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi

Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami

Terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu

Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa

Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan,

Atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata

Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami

Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno

Menjaga Bung Hatta

Menjaga Bung Syahrir

Kami sekarang mayat

Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami

Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

3. Diponegoro oleh Chairil Anwar.

Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali

Padang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati

4. Prajurit Jaga Malam oleh Chairil Anwar.

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?

Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam

Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian

ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini

Aku suka pada mereka yang berani hidup

Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu…

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

5. Persetujuan dengan Bung Karno oleh Chairil Anwar

Ayo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janji

Aku sudah cukup lama dengan bicaramu

Dipanggang di atas apimu, digarami lautmu

Dari mulai 17 Agustus 1945

Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu

Aku sekarang api, Aku sekarang laut

Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat

Di zatmu, di zatku kapal-kapal kita berlayar

Di uratmu, di uratku kapal-kapal kita betolak dan berlabuh

Itulah beberapa Puisi karya Penyair Chairil Anwar semoga bermanfaat.***

 

 

Editor: Muharryadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x