Kopi Khop: Antara Tradisi dan Gaya Hidup Masyarakat Aceh

8 April 2024, 13:39 WIB
Kopi Khop/Instagram/@kopi_khop /

JURNALACEH.COM - Kopi merupakan salah satu minuman yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia karena rasa dan aromanya. Minuman ini digemari oleh segala umur secara turun-temurun.

Kondisi ini sama dengan di luar negeri, di Amerika misalnya, sebagian besar masyarakat menyukai minuman ini, sehingga istilah coffee break masih digunakan hingga saat ini untuk menandai waktu istirahat maupun jam makan siang.

Kegiatan perdagangan kopi merupakan jaringan usaha dari negara-negara penghasil kopi dan pengimpor kopi. Perdagangan kopi internasional memerlukan dukungan dari perbankan, asuransi, telekomunikasi, dan jaringan media informasi.

Kopi merupakan komoditas penyegar yang diperlukan oleh penduduk dunia, mulai dari desa-desa kecil di pelosok negara hingga kota-kota metropolitan, bahkan menyentuh pusat-pusat pariwisata internasional di banyak negara, di mana minuman kopi dijadikan sebagai penghangat pertemuan baik di kantor, kampung, hingga jamuan internasional.

Sebagian orang mengkonsumsi kopi sebagai salah satu minuman kegemaran, sedangkan sebagian orang tidak menyukai minum kopi karena khawatir akan efek kesehatannya.

Terlepas dari efek samping kopi ketika dikonsumsi, kopi juga memiliki beberapa jenis, seperti robusta, arabika, dan tubruk. Salah satu kopi yang terkenal di daerah paling ujung Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Aceh Kabupaten Aceh Barat, adalah Kopi Tubruk “Kupi Khop”.

Kupi Khop atau kopi yang disajikan terbalik/tertelungkup merupakan salah satu bentuk peninggalan tradisi dan budaya endatu (nenek moyang) Aceh.

Kupi Khop awalnya berasal dari tanah kelahiran Teuku Umar, Meulaboh, Aceh Barat. Peran kopi yang begitu sentral terhadap kebiasaan masyarakat Aceh, seakan sudah dikenal sejak masa perjuangan melawan penjajah dulu.

Kupi Khop bukan hanya memiliki nilai historis tetapi juga nilai kreativitas dalam pengolahan kopi menjadi lebih baik, dan merupakan budaya yang harus dikembangkan secara berkelanjutan.

Dengan teknik yang cukup unik, yaitu dengan membalik gelas, hal ini tidak hanya memberikan sensasi semata, tetapi juga dihargai oleh masyarakat khususnya masyarakat Aceh Barat, dan mampu menghasilkan saripati terbaik tanpa menggunakan proses penyaringan layaknya kopi umumnya.

Apalagi dengan menggunakan produk kopi dari hasil tanah sendiri serta memiliki nama dan ciri khas tersendiri dari bentuk serta cara penyajiannya yang berbeda dari daerah lain, ini akan menjadi suatu produk yang sangat unik dan telah dijadikan sebagai festival yang mengangkat Deklarasi “Kupi Khop” sebagai budaya khas Aceh Barat.

Dengan memahami semiotika dari Kupi Khop, masyarakat bisa mengetahui bahwa Kupi Khop merupakan produk unggulan yang memiliki nilai jual dan kekhasan dengan sejarah Aceh Barat.

Awal kopi pertama masuk ke Aceh adalah pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, tepatnya pada awal 1873 saat Belanda menyatakan perang kepada Kesultanan Aceh, perang tersebut berlanjut sampai 1904.

Tanaman kopi pertama kali dibawa oleh Belanda pada abad ke-17 melalui Batavia (sekarang Jakarta) untuk ditanam di Aceh pada tahun 1908. Kopi yang pertama kali diperkenalkan adalah kopi jenis Arabica, yang pertama kali dibudidayakan di Utara Danau Lut Tawar.

Di dunia, kopi bisa dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan jenisnya, yaitu kopi Arabica dan kopi Robusta. Di Aceh, kedua jenis kopi ini dibudidayakan oleh masyarakat setempat.

Kopi jenis Arabica umumnya dibudidayakan di wilayah dataran tinggi Tanah Gayo, termasuk Takengon, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues. Sedangkan di Kabupaten Pidie (terutama wilayah Tangse dan Geumpang) dan Aceh Barat, masyarakat mengembangkan kopi jenis Robusta.

Belanda memerintahkan masyarakat pada saat itu untuk mengkonsumsi kopi jenis Robusta, sementara Arabica untuk dikonsumsi sendiri (oleh Belanda) dan untuk diekspor.

Di Aceh, Belanda menemukan dataran tinggi luas yang dikenal sebagai Tanah Gayo, yang berdasarkan riset mereka sangat cocok untuk ditanami kopi.

Dari Tanah Gayo, kopi tersebar ke seluruh penjuru Tanah Gayo yang berhawa dingin. Menikmati kopi tidak lagi menjadi hal yang asing di Indonesia, di setiap sudut daerah Indonesia bisa ditemukan olahan biji hitam, termasuk di Provinsi Aceh.

Provinsi ini memiliki ribuan warung kopi, dan hampir setiap sudut dihinggapi oleh warung kopi yang bervariasi. Di kota yang dijuluki 1001 warung kopi ini, masyarakat bisa menikmati kopi setiap hari.

Berbagai macam kopi, seperti Robusta maupun Arabica, bisa ditemukan di bumi Aceh ini, baik kopi tradisional maupun modern. Selain itu, terdapat juga jenis kopi Aceh lainnya, yaitu kopi tubruk.

Kopi tubruk adalah minuman kopi dari Indonesia yang dibuat dengan mendidihkan biji kopi bersama dengan gula. Kopi ini memiliki kesamaan dengan kopi dari Turki dan Yunani dalam hal kepekatannya.

Kopi tubruk cukup populer di daerah Aceh Barat. Resep dari kopi tubruk ini dibawa oleh pedagang dari Timur Tengah ke Indonesia. Di Timur Tengah, kopi tubruk ini dikenal sebagai "kopi lumpur”. Kopi tubruk merupakan cara termudah dalam menghidangkan kopi.

Variasi lain dari kopi tubruk adalah kopi susu yang dibuat dengan menambahkan susu kental manis. Salah satu variasi yang kurang terkenal dari kopi ini adalah yang dicampur dengan jus avokad. Kopi tubruk ini umumnya diminum bersama dengan pisang goreng.

Hal utama yang harus diperhatikan dalam membuat kopi tubruk adalah air yang digunakan haruslah benar-benar panas karena jika tidak, akan ada biji kopi yang tersisa.

Menikmati kopi yang diseduh dalam cangkir sudah biasa, tetapi ada hal berbeda yang ditawarkan terkait dengan cara penyajiannya. Kupi Khop atau dikenal juga dengan kopi tubruk yang berasal dari Meulaboh Aceh Barat ini menawarkan cara menikmati kopi dengan cara penyajiannya yang sangat unik, yaitu disajikan dengan cara terbalik, itulah “Kupi Khop”.

Istilah kata “Kupi Khop” muncul atau terinspirasi dari model topi yang menjadi trade mark pahlawan nasional yang berasal dari daerah setempat, yaitu Teuku Umar.

Penyajian kopi khas Meulaboh Aceh Barat itu telah ada sejak zaman penjajahan pada masa perjuangan Teuku Umar melawan penjajah.

Tidak hanya berhenti pada masa itu, hal unik yang ditawarkan meliputi bentuk dan cara penyajian untuk menikmati kopi masih berlaku hingga sekarang dan menjadi salah satu trade mark daerah Meulaboh, Aceh Barat.

Di balik hal unik yang ditawarkan ini ternyata terdapat filosofi penyajian “Kupi Khop” dengan gelas terbalik, yaitu karena kebiasaan masyarakat Aceh yang berlama-lama saat minum kopi. Apabila disajikan dengan gelas terbalik, maka kopi akan tertutup, aman dari polusi, dan menjaga kadar asam pada minuman kopi tersebut. ***

 

Artikel ditulis oleh Dr. Febyolla Presilawati, SE., MM. Dosen tetap Magister Managemen Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha)

Editor: Cut Ricky Firsta Rijaya

Tags

Terkini

Terpopuler