Cerita Singkat Perjuangan Nabi Muhammad SAW ketika Hijrah dari Makkah ke Madinah

25 Oktober 2022, 13:40 WIB
Ilustrasi/Contoh dekorasi panggung simpel moderen /@PemudaMNM/Twitter

JURNALACEH.COM- Artikel ini menjelaskan tentang bagaimana perjuangan Rasulullah ketika hijrah dari Makkah ke Madinah bersama sahabat.

Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah merupakan sejarah baru bagi umat muslim saat itu, bahkan hal tersebut menjadi lahirnya peradaban baru yang sejahtera.

Salah satu sahabat Rasulullah SAW yaitu Umar bin Khattab menjadikan kejadian itu sebagai momentum hadirnya tahun baru yang bernama Hijriah.

Baca Juga: Kisah Bulan Terbelah, Salah Satu Mukjizat Nabi Muhammad SAW yang Luar Biasa

Disisi lain dijelaskan bahwa, pada saat orang-orang Quraisy tengah memepersiapkan berbagai teror untuk membunuh Rasulullah, masyarakat Madinah telah siap menerima kedatangan Nabi Muhammad SAW.

Dikutip dari beritabantul.pikiran-rakyat.com, saat itu Rasulullah meninggalkan kota Makkah dengan cara diam-diam di tengah gemerlapnya malam.

Nabi Muhammad SAW hijrah tidak sendirian, beliau juga ditemani oleh sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq yang reka meningglkan keluarga tercinta dan sanak famili.

Di antara orang-orang yang ditinggalkan Nabi Muhammad termasuk puteri kesayangan beliau, Sayyidah Fatimah dan putera paman beliau yang diasuh dengan kasih sayang sejak kecil, yaitu Imam ali yang selama ini menjadi pembantu terpercaya beliau.

Imam ali sengaja ditinggalkan oleh Nabi Muhammad untuk melaksanakan tugas khusus: berbaring di tempat tidur beliau, guna mengelabui mata komplotan Quraisy yang siap hendak membunuh beliau.

Baca Juga: Sejarah Singkat Kisah Bilal bin Rabah, Sahabat Nabi Muhammad SAW, Orang Pertama yang Kumandangkan Adzan

Sebelum Imam Ali melaksanakan tugas tersebut, ia dipesan oleh Nabi Muhammad agar barang-barang amanat yang ada pada beliau dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing.

Setelah itu bersama semua anggota keluarga Rasulullah SAW, segera menyusul berhijrah.

Imam Ali membeli seekor unta untuk kendaraan bagi wanita yang akan berangkat hijrah bersama-sama. Rombongan hijrah yang menyusul perjalanan Rasulullah terdiri dari keluarga Bani Hasyim dan dipimpin sendiri oleh Imam Ali.

Di dalam rombongan Imam Ali ini termasuk Sayyidah Fatimah, Fatimah binti Asad bin Hasyim (ibu Imam Ali), Fatimah binti Zubair bin Abdul Mutthalib dan Fatimah binti Hamzah bin Abdul Mutthalib.

Baca Juga: Acara Maulid Nabi Pakai Cobek, Gubernur Khofifah Bersama Puluhan Ribu Muslimat NU Raih Rekor MURI

Aiman dan Abu Waqid Al Laitsiy, ikut bergabung dalam rombongan. Rombongan Imam Ali berangkat dalam keadaan terburu-buru.

Perjalanan ini tidak dilakukan secara diam-diam. Abu Waqid berjalan cepat-cepat menuntun unta yang dikendarai para wanita, agar jangan terkejar oleh orang-orang kafir Quraisy.

Mengetahui hal itu, Imam Ali segera memperingatkan Abu Waqid, supaya berjalan perlahan-lahan, karena semua penumpangnya wanita.

Rombongan berjalan melewati padang pasir di bawah sengatan terik matahari.

Imam Ali, sebagai pemimpin rombongan, berangkat dengan semangat yang tinggi. Beliau siap menghadapi segala kemungkinan yang bakal dilakukan orang-orang kafir Quraisy terhadap rombongan.

Ia bertekad hendak mematahkan moril dan kecongkakan mereka. Untuk itu ia siap berlawan tiap saat.

Mendengar rombongan Imam Ali berangkat, orang-orang Quraisy sangat penasaran. Lebih-lebih karena rombongan Imam Ali berani meninggalkan Makkah secara terang-terangan di siang hari.

Baca Juga: Pegawai Setwapres Melakukan Peringatan Maulid Nabi, Wapres: Ingatkan Ketaatan kepada Allah SWT dan Negara

Orang-orang Quraisy menganggap bahwa keberanian Imam Ali yang semacam itu sebagai tantangan terhadap mereka.

Orang-orang Quraisy cepat-cepat mengirim delapan orang anggota pasukan berkuda untuk mengejar Imam Ali dan rombongan.

Pasukan itu ditugaskan menangkapnya hidup-hidup atau mati. Delapan orang Quraisy itu, di sebuah tempat bernama Dhajnan berhasil mendekati rombongan Imam Ali.

Setelah Imam Ali mengetahui datangnya pasukan berkuda Quraisy, ia segera memerintahkan dua orang lelaki anggota rombongan agar menjauhkan unta dan menambatnya.

Ia sendiri kemudian menghampiri para wanita guna membantu menurunkan mereka dari punggung unta.

Seterusnya ia maju seorang diri menghadapi gerombolan Quraisy dengan pedang terhunus.

Rupanya Imam Ali hendak berbicara dengan bahasa yang dimengerti oleh mereka. Ia tahu benar bagaimana cara menundukkan mereka.

Melihat Imam Ali mendekati mereka, gerombolan Quraisy itu berteriak-teriak menusuk perasaan:

"Hai penipu, apakah kaukira akan dapat menyelamatkan perempuan-perempuan itu? Ayo, kembali! Engkau sudah tidak berayah lagi."

Baca Juga: Sepenggal Kisah Singkat Romantis Nabi Muhammad dengan Siti Aisyah

Imam Ali dengan tenang menanggapi teriakan-teriakan gerombolan Quraisy itu.

Ia bertanya: "Kalau aku tidak mau berbuat itu...?"

"Mau tidak mau engkau harus kembali," sahut gerombolan Quraisy dengan cepat.

Mereka lalu berusaha mendekati unta dan rombongan wanita. Imam Ali menghalangi usaha mereka.

Jenah, seorang hamba sahaya milik Harb bin Umayyah, mencoba hendak memukul Imam Ali  dari atas kuda.

Akan tetapi belum sempat ayunan pedangnya sampai, hantaman pedang Imam Ali telah mendahului tiba di atas bahunya.

Tubuhnya terbelah menjadi dua, sehingga pedang Imam Ali sampai menancap pada punggung kuda.

Serangan-balas secepat kilat itu sangat menggetarkan teman-teman Jenah.

Sambil menggeretakkan gigi, Imam Ali berkata: "Lepaskan orang-orang yang hendak berangkat berjuang! Aku tidak akan kembali dan aku tidak akan menyembah selain Allah Yang Maha Kuasa!"

Baca Juga: Kenali Enam Bacaan Kitab Maulid Nabi Muhammad SAW Populer yang Sering Dibacakan di Indonesia

Gerombolan Quraisy mundur. Mereka meminta kepada Imam Ali untuk menyarungkan kembali pedangnya.

Imam Ali dengan tegas menjawab: "Aku hendak berangkat menyusul saudaraku, putera pamanku, Rasul Allah. Siapa yang ingin kurobek-robek dagingnya dan kutumpahkan darahnya, cobalah maju mendekati aku!"

Tanpa memberi jawaban lagi gerombolan Quraisy itu segera meninggalkan tempat. Kejadian ini mencerminkan watak konfrontasi bersenjata yang bakal datang antara kaum muslimin melawan agresi kafir Quraisy.

Di Dhajnan, rombongan Imam Ali beristirahat semalam. Ketika itu tiba pula Ummu Aiman (ibu Aiman).

Ia menyusul anaknya yang telah berangkat lebih dahulu bersama Imam Ali.

Bersama Ummu Aiman turut pula sejumlah orang muslimin yang berangkat hijrah. Keesokan harinya rombongan Imam Ali beserta rombongan Ummu Aiman melanjutkan perjalanan.

Baca Juga: Acara Maulid Nabi Pakai Cobek, Gubernur Khofifah Bersama Puluhan Ribu Muslimat NU Raih Rekor MURI

Imam Ali sudah rindu sekali ingin segera bertemu dengan Rasulullah. Waktu itu Rasulullah bersama Abu Bakar Ash Shiddiq sudah tiba dekat kota Madinah.

Untuk beberapa waktu, beliau tinggal di Quba. Beliau menantikan kedatangan rombongan Imam Ali.

Kepada Abu Bakar Ash Shiddiq, Rasulullah memberitahu, bahwa beliau tidak akan memasuki kota Marinah, sebelum putera pamannya dan puterinya sendiri datang.

Selama dalam perjalanan itu Imam Ali tidak berkendaraan sama sekali. Ia berjalan kaki telanjang menempuh jarak kl 450 km sehingga kakinya pecah-pecah dan membengkak.

Akhirnya tibalah semua anggota rombongan dengan selamat di Quba. Betapa gembiranya Rasulullah menyambut kedatangan orang-orang yang disayanginya itu.

Ketika Nabi Muhammad melihat Imam Ali tidak sanggup berjalan lagi karena kakinya membengkak, beliau merangkul dan memeluknya seraya menangis karena sangat terharu.

Beliau kemudian meludah di atas telapak tangan, lalu diusapkan pada kaki Imam Ali Konon sejak saat itu sampai wafatnya, Imam Ali tidak pernah mengeluh karena sakit kaki.

Peristiwa yang sangat mengharukan itu berkesan sekali dalam hati Rasulullah dan tak terlupakan selama-lamanya.

Baca Juga: Acara Maulid Nabi Pakai Cobek, Gubernur Khofifah Bersama Puluhan Ribu Muslimat NU Raih Rekor MURI

Berhubung dengan peristiwa itu, turunlah wahyu Ilahi yang memberi penilaian tinggi kepada kaum Muhajirin, seperti terdapat dalam Surah Ali 'Imran ayat 195.

Keterangan tersebut dikutip dari buku 'Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib' karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini yang diterbitkan Lembaga Penyelidikan Islam tahun 1981.

Artikel ini sudah tayang di beritabantul.pikiran-rakyat.com dengan judul "Cerita Singkat Hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah." ***

Editor: Farhan Nurhadi

Terkini

Terpopuler