Nisan Era Kesultanan Samudera Pasai  Ditemukan Dekat Waduk Keureuto Aceh Utara, Ini Kata Sejarawan

19 Juni 2022, 02:38 WIB
Pengamat sejarah Aceh Mawardi Usman. /Dokumen pribadi/

JurnalAceh.com - Sejarawan Aceh Mawardi Usman mengaku kaget usai mendapat kabar ditemukannya situs makam era Kesultanan Samudera Pasai di Gampong Plu Pakam, Aceh Utara. Penemuan makam tak jauh dari Waduk Keureuto. Kabar tersebut menyebar di sosial media.

Ketua Peusaba Aceh ini menjelaskan bahwa pada masa lalu banyak petinggi Kesultanan Samudera Pasai menetap di pedalaman. Dalam tulisan penjelajah asing, para petinggi Samudera Pasai umumnya memiliki agenda untuk berlibur ke wilayah pedalaman yang indah dan memiliki udara yang bersih serta air yang bening.

"Para ulama Samudera Pasai juga membuka dayah di pedalaman Samudera Pasai dan mengajarkan Ilmu tasawuf," kata Mawardi dalam keterangan yang diterima JurnalAceh.com, Sabtu (18/6) malam.

Baca Juga: Sebut 5 Faktor Yang Bisa Bikin Harga Minyak Dunia Turun, Mantan Wamen ESDM: Tidak Mudah

Pada era Kesultanan Samudera Pasai, lanjutnya banyak ahli sufi atau disebut fakir pedalaman Samudera Pasai. Gelar fakir diberikan kepada ulama sufi yang tidak lagi berkehendak terhadap dunia.

Dalam Hikayat Raja Pasai juga diceritakan tentang seorang Syarif Mekkah yang bermimpi berjumpa Rasulullah, dan memerintahkan mengirimkan utusan ke Samudera Pasai. Karena akan banyak sekali Wali Allah di negeri itu.

Dalam hikayat dikisahkan: "Maka adalah yang pertama kalian temui seorang Fakir di Negeri Mangiri (Mangalore?) Kamu bawa ke Samudera Pasai."

"Setelah sadar dari mimpinya, maka dikirim utusan Syeikh Ismail ke Samudera Pasai," terang Mawardi.

Baca Juga: Malam-malam Cak Imin Ke Rumah Prabowo, Rayu Gabung Koalisi Semut Merah?

Ketika sampai ke Negeri Mangiri, ingatnya ada seorang Sultan bernama Sultan Muhammad keturunan Abu Bakar Ash Shiddiq di Mangiri. Setelah Sultan Muhammad tahu misi dakwah ke Samudera Pasai, maka beliau turun dari tahta menjadi seorang fakir sufi dan bersama anaknya paling muda menuju ke Samudera Pasai.

"Lalu Syeikh Ismail mengingatkan, bahwa inilah fakir yang dimaksudkan dalam mimpi Syarif ketika bertemu Rasulullah dalam mimpinya," kisahnya.

Setelah Syeikh Ismail sampai ke Samudera Pasai, maka Syeikh Ismail bertemu dengan Raja Meurah Silue. Syeikh Ismail memperlihatkan Al Qur'an dan kemudian meminta dibaca oleh Meurah Silue, kemudian Al Qur'an dibaca oleh Meurah Silue dengan suara merdu yang membuat Syeikh Ismail tercengang.

Baca Juga: Alasan PDIP Larang Ganjar cs Nginap di Hotel, Hanya Boleh di Mes Sekolah Partai

"Maka tahulah Syeikh Ismail bahwa inilah negeri Samudera Pasai yang dimaksud," imbuhnya.

Meurah Silue kemudian digelar Sultan oleh Syeikh Ismail atas nama Syarif Mekkah. Maka Meurah Silue Bergelar Sultan Malikussaleh (1270-1297 M). Kemudian Syeikh Ismail kembali ke Mekkah, sedangkan Fakir Muhammad menjadi pengajar di Samudera Pasai.

Dalam Hikayat Raja Pasai juga diceritakan bahwa Tun Beraim Bapa, yaitu Pahlawan terkuat Samudera Pasai, dimakamkan seperti makam seorang Fakir.

Baca Juga: PNA Kubu Irwandi Nilai Sah-sah Saja Tiyong Pindah Ke NasDem, Tapi...

Makam para Fakir umumnya tidak memiliki inkripsi, dan memiliki bentuk batu nisan yang ukirannya lebih sederhana. Sedangkan makam para Raja dan bangsawan serta Hulubalang Pahlawan memiliki pola inkripsi yang tinggi. Ada juga makam para pembesar kesultanan yang tidak memiliki inkripsi, karena para pembesar Kesultanan Samudera Pasai banyak berasal dari kalangan Ulama Sufi.

"Melihat temuan batu nisan di Gampong Plu Pakam, nampaknya nisan ini adalah nisan periode Kesultanan Samudera Pasai yang sezaman dengan Sultanah Malikah A'la. Bentuk batu nisan ini mirip dengan batu nisan Malikah A'la di Minje Tujoh," duganya.

Dalam sejarah Kesultanan Samudera Pasai, setelah Sultan Ahmad Syah era 1325-1350 M hilang, maka Sultanah Malikah A'la tahun 1350-1389 M membuat Istana di pedalaman Samudera Pasai. Kawasan ini berkembang sangat luas dan menguasai sampai Kedah di Malaysia.

Baca Juga: Hore, Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 33 Dibuka

Pada masa Sultanah Malikah A'la juga ada pembuatan batu nisan samudera pasai di kawasan Minje Tujoh. Setelah Sultanah Malikah A'la wafat, maka Sultan Zainal Abidin (1389-1405) memindahkan Ibukota dari Minje Tujoh kembali Ke Samudera Pasai di  dekat laut. Setelah Sultan Zainal Abidin syahid terbunuh maka naiklah Sultanah Malikah Nahrisyah sebagai Sultanah Malikah Samudera Pasai (1405-1428).

Mawardi menilai temuan nisan di kawasan dekat Waduk Keureuto sangat penting. Karena itu harus diadakan perlindungan dan penelitian. Ia juga berterima kasih kepada kawan-kawan yang memposting temuan di media sosial, sehingga informasi cepat diketahui publik.

"Kami mengharapkan pemerintah dan semua pihak melindungi situs  pemakaman para pembesar, dan para Fakir Sufi di Kawasan dekat Waduk Keureuto Aceh Utara," pungkasnya.

Editor: Ade Alkausar

Tags

Terkini

Terpopuler