Partai Buruh Paparkan Isi RKUHP yang Dinilai Aneh dan Membajak Demokrasi

30 Juni 2022, 17:15 WIB
Seorang pengunjuk rasa memprotes RUU KUHP dalam aksi di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, 30 Mei 2019. /ANTARA FOTO/Aditya Prandana Putra.

JURNALACEH.COM - Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyebut Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang digodok saat ini sebagai hal yang membahayakan demokrasi.

Alasannya, RKUHP bisa menyebakan terjadinya kleptokrasi demokrasi, pembajakan demokrasi, bahkan pencurian demokrasi.

Ia lalu menguraikan beberapa pasal di dalam RKUHP yang membahayakan demokrasi.

Baca Juga: JokPro 2024 Usul Jokowi Lawan Kotak Kosong, untuk Cegah Polarisasi

"Bagaimana mungkin untuk rasa bisa berujung penjara, hanya karena dilakukan tanpa pemberitahuan," kata Said Iqbal di Jakarta, Kamis, 30 Juni 2022.

Menurutnya, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tulisan dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu, dalam melakukan unjuk rasa, yang dalam hal ini adalah menyampaikan pendapat di muka umum, tidak memerlukan izin.

"Bagaimana mungkin hanya karena melakukan unjuk rasa tanpa pemberitahuan bisa dipenjara," ujarnya.

Baca Juga: Golkar Puji Konsep dan Anggaran di Era Bupati Akmal, Tapi...

Hal lain yang disoroti Said Iqbal dari RKUHP adalah adanya pasal tentang penghinaan Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara.

Menurutnya, ini adalah pasal karet yang bisa ditafsirkan sesuka hati penguasa. Sebab ketika warga negara melakukan kritik keras atas kebijakan Presiden atau pejabat negara, mereka bisa saja dianggap melakukan penghinaan dan selanjutnya dipenjara.

"Jika pasal ini diterapkan, itu artinya hukum dijadikan alat untuk menjaga kekuasaan. Bukan dijiadikan untuk melindungi rakyat," tegas Said Iqbal.

Baca Juga: KPU Bocorkan Strategi Komunikasi Publik di Pemilu 2024: Counter Isu Hingga Press Tour

Padahal UUD 1945 sebagai sumber hukum di Indonesia sudah memberikan jaminan, bahwa setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum.

"Mau dia sorang pemukung, ojeg online, pedagang jamu gendong, petani, nelayan, di mata hukum sama kedudukan dengan presiden," terangnya.

"Lalu mengapa menghina presiden, yang bisa jadi itu adalah bentuk kritik bisa dipidana? Apakah presiden sebagai sebuah jabatan bisa merasa terhina? Apakah kebijakan yang merugikan rakyat dan tidak sesuai dengam aspirasi rakyat bukan sebuah penghinaan bagi rakyat?"

Baca Juga: Komnas HAM Kagum Pada Panglima Laot dan Budaya Aceh dalam Selamatkan Pengungsi

Pasal penghinaan terhadap presiden, terang Iqbal, sudah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Mengapa dihidupkan kembali? Hal ini semakin menjelaskan, jika pejabat kita anti kritik.

"Partai Buruh sebagai partai gerakan berkepentingan untuk melawan RUU KUPH yang merugikan rakyat," pungkasnya.***

Editor: Ade Alkausar

Tags

Terkini

Terpopuler