"Jika pasal ini diterapkan, itu artinya hukum dijadikan alat untuk menjaga kekuasaan. Bukan dijiadikan untuk melindungi rakyat," tegas Said Iqbal.
Baca Juga: KPU Bocorkan Strategi Komunikasi Publik di Pemilu 2024: Counter Isu Hingga Press Tour
Padahal UUD 1945 sebagai sumber hukum di Indonesia sudah memberikan jaminan, bahwa setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum.
"Mau dia sorang pemukung, ojeg online, pedagang jamu gendong, petani, nelayan, di mata hukum sama kedudukan dengan presiden," terangnya.
"Lalu mengapa menghina presiden, yang bisa jadi itu adalah bentuk kritik bisa dipidana? Apakah presiden sebagai sebuah jabatan bisa merasa terhina? Apakah kebijakan yang merugikan rakyat dan tidak sesuai dengam aspirasi rakyat bukan sebuah penghinaan bagi rakyat?"
Baca Juga: Komnas HAM Kagum Pada Panglima Laot dan Budaya Aceh dalam Selamatkan Pengungsi
Pasal penghinaan terhadap presiden, terang Iqbal, sudah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Mengapa dihidupkan kembali? Hal ini semakin menjelaskan, jika pejabat kita anti kritik.
"Partai Buruh sebagai partai gerakan berkepentingan untuk melawan RUU KUPH yang merugikan rakyat," pungkasnya.***