JURNALACEH.COM - Sekretaris Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh Fadhli Ali membeberkan biang kerok anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani belakangan ini.
Mula-mula ia menerangkan bahwa, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang menampung TBS selama ini pada dasarnya hanya mengolah TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO) atau minyak mentah sawit.
"CPO dijual ke pabrik minyak goreng (migor). Saat ini pabrik migor sudah mebatasi penerimaan CPO dari PKS dengan alasan sulit ekspor karena ada DMO 20 persen," kata Fadhli saat berbincang dengan JurnalAceh.com, belum lama ini.
Baca Juga: Catat! Luhut Janji Segera Perbaiki Harga Sawit di Petani, Begini Caranya...
Untuk diketahui, DMO atau Domestic Market Obligation adalah batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit memenuhi stok dalam negeri sesuai ketentuan.
Nah, aturan DMO 20 persen ini membuat tangki minyak di PKS nyaris penuh. Mereka pun akhirnya harus berhitung ulang untuk membeli TBS sawit petani. Hukum pasar berlaku, ketika pasokan berlebih, maka harga turun.
"Jika keadaan terus begini pada saat tertentu PKS berhenti beli TBS," ungkapnya.
Baca Juga: Kronologis Penikaman Petani Sawit di Abdya, Hingga Meninggal Dunia
Lalu siapa yang diuntungkan?
"Tentu pabrik migor yang sesungguhnya tidak punya hambatan DMO yang 20 persen. Karena harga CPO KPO cuma Rp 10.000/kilogram," papar Fadhli.
Apalagi, ongkos pengolahan CPO jadi minyak goreng tidak mahal-mahal amat.
"Hanya Rp. 1500/kilogram. Sehingga dengan itu mereka segera dapat penuhi DPO Rp.14.000/liter atau Rp 15.400/kilogram," tandasnya.
Baca Juga: Miris! Harga TBS Sawit Anjlok 70 Persen, Tapi Pupuk Naik 300 Persen, Apkasindo Sentil Luhut
"Tapi kenapa serapan CPO rendah? Tolong dijawab sendiri…," ungkap salah satu petinggi NasDem Aceh ini, keheranan.
Menurutnya, mewajibkan CPO untuk DMO sangat tidak masuk akal. Karena saat ini yang ingin dikendalikan adalah harga minyak goreng. "Kenapa CPO jadi ikut?" tanya dia.***