Kisah Perjuangan Cut Nyak Dhien, Pahlawan Wanita Aceh yang di Asingkan ke Pulau Jawa

- 10 November 2022, 15:19 WIB
Cut nyak Dien, ilustrasi sepuluh pertanyaan asah otak tentang pahlawan nasional
Cut nyak Dien, ilustrasi sepuluh pertanyaan asah otak tentang pahlawan nasional /Tangkapan Layar/Instagram @toebeanzart

JURNALACEH.COM- Cut Nyak Dien adalah sosok wanita hebat Indonesia yang pantang menyerah dalam perjuangannya melawan penjajah. Oleh sebab itu Cut Nyak Dhien  dijuluki "Ratu Aceh" karena tekadnya yang kuat untuk melawan penjajah Belanda di Aceh, Indonesia.

Sepanjang hidupnya Cut Nyak Dhien berjuang untuk mencapai cita-cita negaranya bebas dari penjajahan pada saat itu.

Pada 11 Februari 1899, Cut Nyak Dhien  kehilangan suaminya yaitu Teuku Umar. Kematian Teuku Umar disebabkan oleh tembakan Tentara Belanda.

Baca Juga: Cek Sinyal TV Digital Online Melalui Aplikasi, Begini Caranya

Setelah itu, Cut Nyak Dhien melanjutkan Perjuangan melawan penjajah dengan seorang diri.

Selama enam tahun, ia terus berjuang melawan tentara dari satu hutan ke hutan lainnya untuk melindungi kebebasan rakyat Aceh dari penjajahan Belanda.

Namun, dalam perjalanan untuk menghindari tentara Belanda, persediaan  makanan tentaranya mulai menipis, dan kesehatan Cut Nyak Dhien sendiri memburuk.

Dikisahkan bawah Cut Nyak Dien sudah delapan hari tidak makan nasi dan hanya mengandalkan pisang bakar.

Baca Juga: Pakaian Adat Aceh Putera Pada Masa Pemerintah Kesultanan Aceh, Begini Bentuknya

Dia juga memiliki penyakit yang membuatnya rabun jauh. Tidak dapat melihat kondisi pemimpin mereka, Pang Laot Ali memberitahu Belanda tentang tempat persembunyian mereka.

Perjuangan Cut Nyak Dhien berakhir pada tanggal 4 November 1905, ketika tempat persembunyiannya dikepung dan ditangkap oleh pasukan Belanda.

Setelah situasi membaik, pada 11 Desember 1906, Cut Nyak Dhien diasingkan oleh Belanda ke Sumedang, Jawa Barat,  karena dianggap mengancam keamanan.

Baca Juga: Strategi Teuku Umar dalam Mempertahankan Tanah Rencong pada Masa Penjajahan Belada

Hal ini karena bahkan ketika Cut Nyak Dhien sakit, ia memperkuat semangat perlawanan rakyat Aceh dan tetap berhubungan dengan para pejuang yang belum ditangkap.

Cut Nyak Dhien  awalnya diasingkan ke Batavia (Jakarta), tetapi diminta oleh  Bupati Sumedang, Pangeran Alia Soelia Atmaja, untuk dipindahkan ke wilayahnya yang dianggap lebih aman. 

Di Sumedang, Pangeran Alia Soelia menempatkan Atmaja Cut Nyak Dhien di Rumah Haji Sanusi tidak jauh dari Masjid Agung Sumedang.

Bupati Pangeran Alia Soelia Atmayya sangat prihatin dengan kondisi pahlawan wanita Aceh ini, sehingga semua kebutuhannya terpenuhi dengan baik.

Selama di pengasingan, Cat Nyak Dhien tetap diawasi ketat oleh militer Belanda.

Namun, hal tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk lebih dekat dengan masyarakat sekitar.

Cut Nyak Dhien, yang kondisi matanya memburuk, diasingkan untuk mengajarkan Islam, termasuk membaca  dan membaca Al-Qur'an.

Baca Juga: Signal TV Digital Anda Lemah? Begini Cara Mengatasinya

Kegiatan ini berlanjut hingga Cut Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Sumedang.

Sekian penjelasan mengenai Cut Nyak Dhien, adapun sumber artikel Ini adalah karna Sugiarto dkk dalam bukunya Cut Nyak Dhien (1850-1980) hingga R.A Kartini (1879-1904). ***

Editor: Farhan Nurhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah