Tradisi Perayaan Maulid Nabi di Aceh, Antara Zikir, Bu Kulah dan Surat Wasiat

- 1 Oktober 2022, 00:56 WIB
Zikir Maulid di Aceh
Zikir Maulid di Aceh /Fauzi Jurnal Aceh/Dok. Pribadi

JURNALACEH.COM - Aceh merupakan propinsi dimana warganya begitu kental dengan tradisi agama Islam, sehingga daerah tersebut dijuluki dengan sebutan Serambi Mekkah. Salah satu ritual keagamaan yang sering dilakukan masyarakat Aceh adalah tradisi perayaan dalam menyambut kelahiran Nabi Muhammad Saw.

Bagi masyarakat Aceh, tradisi perayaan maulid Nabi begitu sakral. Maka tak mengherankan bila telah memasuki bulan Rabiul Awal, perayaan maulid Nabi hampir dilakukan setiap hari di berbagai wilayah dengan sangat meriah.

Peringatan maulid disana dikenal dengan istilah kanduri maulod. Biasanya setiap Gampong (Desa) di Aceh melaksanakan kanduri maulod dengan cara mengundang warga dan anak yatim dari desa tetangga untuk berzikir dan berdoa. Desa yang mengundang akan menggelar kenduri besar dengan berbagai makanan yang disajikan oleh penduduk setempat untuk para undangan.

Baca Juga: Bolehkah Merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw? Ini Jawaban Versi UAS dan Zakir Naik

Umumnya, peringatan maulid di Aceh tidak hanya digelar pada tanggal 12 Rabiul Awal saja. Akan tetapi digelar selama 3 bulan berturut-turut, yang dimulai dari bulan Rabiul Awal sampai Jumadil awal. Hal ini dilakukan agar setiap desa bisa melaksanakan perayaan maulid secara bergantian. Karena sudah menjadi adat disana, desa yang diundang kanduri maulod oleh desa tetangga, harus membalas dengan undangan yang sama ke desa bersangkutan.

Dalam tradisi masyarakat Aceh, ketiga bulan perayaan maulid itu dinamai dengan penyebutan yang berbeda. Untuk bulan Rabiul Awal disebut dengan Maulod Awai (Maulid Awal), kemudian bulan Rabiul Akhir disebut dengan Maulod teungoh (Maulid pertengahan) dan untuk bulan Jumadil Awal disebut dengan Maulod akhe (Maulid terakhir).

Bagi masyarakat Aceh, jika tidak merayakan kenduri maulid maka seolah ada sesuatu yang kurang. Sehingga tak mengherankan, bila sudah tiba bulan maulid, warga berlomba-lomba melakukan kenduri dengan memasak makanan untuk dibawa ke Mesjid dan dibagikan kepada para undangan yang datang untuk berzikir dan berdoa.

Baca Juga: Berkas Perkara Lengkap, Putri Candrawathi Resmi Ditahan

Biasanya, makanan yang disajikan dibawa dalam tempat khusus. Kalau di wilayah barat selatan Aceh biasa disebut dengan amben, yaitu sebuah tempat khusus berbentuk selinder yang memiliki beragam ukuran. Dalam amben inilah semua makanan dimasukkan beserta lauk pauknya.

Salah satu menu unik yang sering disajikan dalam perayaan maulid Nabi di Aceh adalah bu kulah atau nasi yang dibungkus dengan daun pisang. Bu kulah ini biasanya dimasak secara khusus dengan paduan rempah-rempah, kemudian dibentuk seperti piramida. Setelah itu baru dibungkus dengan daun pisang yang sudah terlebih dahulu dilayu diatas bara api.

Selain menu nasi dan lauk pauk, dalam perayaan Maulid di Aceh juga terdapat menu tambahan yang disebut dengan bulukat, yakni nasi ketan yang sudah diberi kelapa, lalu dibungkus dengan daun pisang dengan bentuk seperti limas.

Biasanya bulukat ini dibagikan kepada para undangan dengan sistem satu bungkus perorang terlebih dahulu. Bila lebih, baru dibagikan kembali. Hal ini dilakukan untuk memastikan semua undangan mendapatkan bulukat yang telah disediakan.

Baca Juga: Krisis Global Depan Mata, Jokowi: Pejabat Negara Malah Pamer Liburan Luar Negeri

Sebelum semua makanan itu dibagikan, para undangan akan melakukan zikir serta doa bersama yang diiringi dengan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Waktu perayaan maulid biasanya diadakan mulai pukul 15.00 wib sampai 18.00 wib.

Setelah para undangan pulang, desa yang melakukan perayaan Maulid tadi akan kembali melanjutkan perayaan tersebut pada malam harinya. Acaranya kerap diisi dengan ceramah agama dengan mengundang pendakwah-pendakwah kondang untuk mengupas tentang hari kelahiran Nabi Muhammad Saw.

Tradisi kemeriahan perayaan maulid Nabi di Aceh memang memiliki dasar sejarah yang kuat. Dikutip dari laman dinasdayahaceh.go.id,  hal ini telah termaktub dalam sebuah surat wasiat Sultan Aceh yang diterbitkan pada 12 Rabiul Awal 913 Hijriah atau 23 Juli 1507, oleh Sultan Ali Mughayat Syah yang ditemukan oleh Tan Sri Sanusi Junid. Salah satu poinnya adalah mengenai pelaksanaan Maulid Nabi yang dapat menyambung tali silaturrahmi antar gampong di Kerajaan Aceh Darussalam.

Editor: Fauzi Jurnal Aceh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah