Bagaimana Kondisi Masyarakat Aceh Menjelang Agresi Belanda? Tetap Bertahan Hidup Didalam Kemiskinan

- 15 November 2022, 19:15 WIB
Ilustrasi /Web Presentations Universitas Leiden
Ilustrasi /Web Presentations Universitas Leiden /

Belanda pertama kali datang ke Aceh ketika Portugis datang ke Nusantara umumnya untuk tujuan perdagangan. Namun, Belanda mereka sedikit menyebarkan agama Kristen, mendominasi, menjajah, memecah belah dan menindas masyarakat aceh.

Dikutip dari buku Trumon Sebagai Kerajaan Berdaulat dan Perlawanan Terhadap Kolonial Belanda di Barat-Selatan Aceh dikatakan bahwa Pengaruh Kolonialisme Belanda di Aceh dimana lebih menekankan dampak negatifnya, baik di bidang pendidikan, ekonomi, masyarakat dan politik.

Baca Juga: Cara Pengisian SISDMK untuk Input Data Tenaga Kesehatan Baru

Pengaruh ini membawa dampak yang besar bagi masa depan masyarakat Aceh.

1. Dampak terhadap Pendidikan, Sebelum Belanda menjajah Aceh, masyarakat Aceh dididik di Daya (Pesantren). Namun, ketika masa penjajahan Belanda membuat pemisahan antara pendidikan agama dan umum. Sepanjang sejarahnya, pendidikan masyarakat Aceh tidak dapat dipisahkan antara pendidikan agama dan umum. Hal itu terjadi karna seperti kota ketahui Aceh selalu menjunjung nilai pendidikan agama sehingga keduanya harus beriringan.

2. Dampak terhadap status sosoal, Sebelum Aceh dikuasai Belanda, struktur sosialnya tercermin dalam birokrasi pemerintahan bangsawan, kyai, dan birokrasi lainnya yang menjadi pendukung utama para penguasa.

Baca Juga: Fungsi SISDMK, Pelamar PPPK Tenaga Kesehatan 2022 Wajib Tahu!

Satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah masyarakat Aceh sudah terbiasa dengan suasana mufakat dan konflik yang didukung oleh dua kekuatan besar, Ulama dan Ule Balang. Kedua kekuatan ini didukung oleh Sultan, sehingga secara politik ada tiga pilar utama yang mendukung dan memperebutkan keberadaan dan peran agama.

3. Dampak ekonomi, Belanda ke Aceh berdampak besar bagi kehidupan masyarakat setempat. Namun, dasar kehidupan bertani mereka dapat diringkas dalam semboyan “pangule hareukat meugoe” (sumber pendapatan utama adalah pertanian).

Sebelum perlawanan militer berhenti, Belanda menyelesaikan pembangunan jalan raya di sepanjang pantai timur dan barat, dan pada tahun 1914 menyelesaikan jalan raya yang menghubungkan Bireun dan Takengon.

Halaman:

Editor: Farhan Nurhadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah