Perjuangan Cut Nyak Dhien berakhir pada tanggal 4 November 1905, ketika tempat persembunyiannya dikepung dan ditangkap oleh pasukan Belanda.
Setelah situasi membaik, pada 11 Desember 1906, Cut Nyak Dhien diasingkan oleh Belanda ke Sumedang, Jawa Barat, karena dianggap mengancam keamanan.
Baca Juga: Strategi Teuku Umar dalam Mempertahankan Tanah Rencong pada Masa Penjajahan Belada
Hal ini karena bahkan ketika Cut Nyak Dhien sakit, ia memperkuat semangat perlawanan rakyat Aceh dan tetap berhubungan dengan para pejuang yang belum ditangkap.
Cut Nyak Dhien awalnya diasingkan ke Batavia (Jakarta), tetapi diminta oleh Bupati Sumedang, Pangeran Alia Soelia Atmaja, untuk dipindahkan ke wilayahnya yang dianggap lebih aman.
Di Sumedang, Pangeran Alia Soelia menempatkan Atmaja Cut Nyak Dhien di Rumah Haji Sanusi tidak jauh dari Masjid Agung Sumedang.
Bupati Pangeran Alia Soelia Atmayya sangat prihatin dengan kondisi pahlawan wanita Aceh ini, sehingga semua kebutuhannya terpenuhi dengan baik.
Selama di pengasingan, Cat Nyak Dhien tetap diawasi ketat oleh militer Belanda.
Namun, hal tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk lebih dekat dengan masyarakat sekitar.
Cut Nyak Dhien, yang kondisi matanya memburuk, diasingkan untuk mengajarkan Islam, termasuk membaca dan membaca Al-Qur'an.