Pakar Nilai Wajar Jika Luhut Dikritik PDIP Soal Sawit, Jangan Diharamkan

9 Juli 2022, 19:40 WIB
Ilustrasi petani sawit di Provinsi Riau yang tengah terdampak kesulitan ekonomi akibat anjloknya harga sawit /mediacenter.riau.go.id/

JURNALACEH.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan kembali mendapat kritik tajam dari PDIP. Jika sebelumnya soal big data, kali ini soal harga sawit.

Pengamat komunikasi politik Anthony Leong menilai wajar jika PDIP melancarkan kritik terhadap Luhut. Meskipun ini bukan kali pertama dilakukan.

"Perdebatan ini hal yang biasa, karena bagaimana pun pak Luhut adalah seorang negarawan. Kita harus menghormati. Tapi posisi PDIP dan sebagainya ini adalah check and ballances wajar-wajar saja. Jangan sampai mengkritik ini menjadi suatu yang diharamkan," kata Anthony tadi malam.

Baca Juga: Apkasindo Aceh Kritik Luhut: Makin Sering Berkata-kata Makin Rendah Harga Sawit Petani

Menurutnya, semua pembantu presiden yakni para menteri memang selayaknya dievaluasi. Ia meyakini, meskipun pemerintah dihujani kritik, dukungan dari masyarakat tetap ada.

Namun, ia meyakini Menko Luhut tidak diam saja setelah ditugaskan presiden menangani kemelut harga sawit.

"Dalam hal ini pak Luhut masih dalam koridor dan terus bergerak lah. Artinya memang realita yang ada selama ini memang perlu diceramati secara detil bagaimana perang Ukraina-Rusia ini menjadi faktor harga komoditas semakin tinggi. Ini harus diambil peran oleh Indonesia," nilainya.

Baca Juga: Protes Plt Bupati Abdya Belum Bikin Harga Sawit Naik, di Tingkat Petani Rp 600 Perkilogram

Sebelumnya, Politisi PDIP Deddy Yevri Sitorus menilai pernyataan Luhut yang menyebut jatuhnya harga tandan buah segar (TBS) sawit gara-gara perang Rusia-Ukraina hanyalah cari-cari alasan.

"Kalau Pak Luhut bilang itu karena Ukraina, buka keran ekspor bunga matahari dan memangkas pajak ekspor, itu namanya buang badan dan tidak bertanggung jawab,” ujar Deddy dalam keterangannya, kemarin.

Menurutnya, harga TBS sawit anjlok karena rantai pasok yang rusak akibat moratorium ekspor. Lalu mekanisme perizinan ekspor (PE) yang memakan waktu, kebijakan distribusi minyak goreng yang kacau, hingga tingginya beban pungutan ekspor dan flushing out.

Baca Juga: Ini Simulasi Indonesia Lolos ke Semifinal Piala AFF U-19 2022

“Jadi jangan cari kambing hitam soal Ukraina, sebab harga ke-ekonomian TBS dan CPO itu ambruk karena kapasitas tangki yang overload, sehingga tidak mampu menampung TBS dan siklus CPO nya tidak bisa berjalan normal,” serangnya.

Ia juga tak segan-segan menyebut Luhut gagal menangani masalah minyak goreng. Karena ekspor tertahan dan negara rugi.

Akibatnya, dunia mencari kebutuhan minyak nabati selain dari kelapa sawit. Sebab, Indonesia belakangan sulit mengeluarkan ekspor karena sistem yang kacau.

Baca Juga: Plt Bupati Abdya Tagih Janji PKS Mon Jambee Beli Sawit Lebih Mahal, Nyatanya Lebih Murah

“Jadi masalahnya ada pada pengelolaan industri sawit di Indonesia yang carut marut, bukan semata-mata karena pengaruh global,” katanya.

Deddy menyarankan agar pemerintah segera memperbaiki rantai produksi sawit. Agar pasokan dalam negeri dan ekspor bisa terjaga. “Sudah saatnya kebijakan DMO dan DPO dievaluasi, pungutan yang berlebihan dikurangi, distribusi dan cadangan nasional dikendalikan dengan baik,” sarannya.

Luhut dalam sebuah pertemuan di Jakarta, menyalahkan kebijakan ekonomi Ukraina sebagai penyebab anjloknya TBS sawit. Mereka, sebut Luhut membuka kembali keran ekspor minyak nabati sunflower atau minyak biji bunga matahari setelah hampir lima bulan ditahan.

Baca Juga: Shinzo Abe Meninggal Ditembak Pakai Senjata Buatan Sendiri, Pelaku Kecewa Dengan Kepemimpinannya

Tidak sampai di situ, Ukraina juga menurunkan pajak ekspor untuk komoditas tersebut. "Memang tak gampang naikkan harga TBS itu," kata Luhut di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (7/7).

Ia juga mengaku belum dapat memprediksi kapan harga TBS sawit itu bisa naik lagi. Sebab, menurut Luhut, naik turunnya harga sawit sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global juga mempengaruhi.***

Editor: Ade Alkausar

Tags

Terkini

Terpopuler